TEMPO.CO, Jakarta - Tiga hari terakhir sejak Ahad, 28 Februari 2021, Wakil Presiden Ma’ruf Amin sibuk menggelar rapat terbatas membahas dicabutnya daftar negatif investasi atau DNI minuman beralkohol (miras) di empat daerah yang meliputi Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua.
Aturan itu tertuang dalam lampiran Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang usaha Penanaman Modal yang menjadi beleid turunan Undang-undang Cipta Kerja.
Rapat terbatas dihadiri oleh pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dan organisasi keagamaan lainnya. Ma’ruf menampung semua aspirasi para tokoh agama yang berkukuh menentang izin pembukaan keran baru bagi bisnis miras.
“Kiai Maruf mengundang beberapa pengurus MUI, pengurus NU bagaimana ini mereka kan sama-sama keras tidak ada kompromi dengan larangan itu. Kiai Maruf juga kan representasi dari Mantan Ketua Umum MUI, jadi semua serba salah,” ujar Juru Bicara Wakil Presiden, Masduki Baidowi, saat dihubungi Tempo, Rabu, 3 Maret 2021.
Selain tokoh agama, Ma’ruf Amin memetakan pertimbangan dari berbagai daerah. Masyarakat Papua, misalnya, justru khawatir penghapusan minuman beralkohol dari daftar negatif investasi akan membawa mudarat. Legalisasi bagi pemain baru bisnis miras di empat daerah pun diklaim tidak membawa manfaat signifikan.
Selagi diskusi dengan banyak pihak, Kantor Wakil Presiden memilih tidak menyampaikan pendapat apa pun kepada publik. Setelah menggelar rapat terbatas, Ma’ruf langsung menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk berbicara empat mata.